Perdebatan mengenai validitas dan legalitas taruhan daring sering kali bersinggungan dengan klaim mengenai fitur dan keandalannya. Sejumlah promotor platform taruhan daring sering mengedepankan isu Keamanan Transaksi sebagai nilai jual utama, menyiratkan bahwa sistem digital mereka lebih terpercaya dibandingkan metode konvensional. Klaim ini didasarkan pada penggunaan teknologi enkripsi canggih dan integrasi dengan sistem pembayaran digital. Namun, sangat penting untuk meninjau klaim “terpercaya” ini dari perspektif teknologi, legalitas, dan realitas penegakan hukum di Indonesia.
Secara teknis, banyak platform taruhan daring ilegal memang mengadopsi teknologi keamanan standar industri, seperti enkripsi Secure Socket Layer (SSL) 256-bit, untuk melindungi data pribadi dan finansial pengguna saat melakukan deposit atau penarikan. Mereka juga sering bekerja sama dengan penyedia layanan pembayaran digital atau bank-bank besar melalui payment gateway untuk memastikan proses transfer dana berjalan cepat, otomatis, dan minim intervensi manual, yang seolah-olah meningkatkan Keamanan Transaksi. Kemudahan ini memungkinkan pemain melakukan deposit minimum, misalnya Rp25.000, dalam hitungan detik kapan saja, 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Namun, mengaitkan Keamanan Transaksi dengan tingkat kepercayaan platform taruhan daring merupakan sudut pandang yang bias dan berbahaya, terutama dalam konteks hukum Indonesia. Di Indonesia, semua bentuk perjudian, termasuk yang dilakukan secara daring, adalah kegiatan ilegal. Oleh karena itu, tidak ada platform taruhan daring yang secara hukum dapat disebut “terpercaya” atau “sah.” Perlindungan hukum bagi konsumen yang bertransaksi dengan entitas ilegal ini menjadi nihil. Jika terjadi sengketa, penipuan, atau pencurian data, pemain tidak memiliki jalur hukum formal untuk menuntut ganti rugi atau perlindungan, sebab mereka sendiri terlibat dalam aktivitas yang melanggar hukum.
Bahkan jika secara teknis dana pemain terenkripsi, risiko terbesar datang dari sifat ilegal operasional itu sendiri. Banyak platform taruhan daring dikelola oleh sindikat kejahatan terorganisir yang beroperasi lintas batas negara. Risiko scam, phishing, dan penutupan situs mendadak (exit scam) tanpa pemberitahuan adalah ancaman nyata yang jauh lebih besar daripada sekadar kebocoran data. Sebagai bukti, pada hari Kamis, 18 Juli 2024, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Satgas Pemberantasan Judi Online, merilis data bahwa telah memblokir ribuan rekening bank yang digunakan untuk transaksi taruhan daring. Blokir ini dilakukan sebagai bagian dari penindakan hukum terhadap sindikat, dan dalam prosesnya, dana yang tersimpan di rekening tersebut—yang berasal dari deposit pemain—menjadi barang bukti yang tidak dapat diakses atau ditarik kembali oleh pemain.
Klaim mengenai Keamanan Transaksi dan keandalan hanyalah gimmick pemasaran untuk menarik korban. Sebaliknya, partisipasi dalam transaksi taruhan daring justru menempatkan pemain pada risiko hukum yang serius. Pelaku dan penyelenggara dapat dijerat dengan Pasal 303 KUHP tentang perjudian, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), mengingat dana yang berputar di platform ini kerap digunakan untuk mencuci uang hasil kejahatan.